RUU TNI Sebagai Masa Depan Baru atau Bayang-bayang Lama?
Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Surat Presiden Nomor R-12/Pres/02/2025 telah menimbulkan berbagai reaksi kalangan publik. Salah satu poin yang paling mendapat 'lampu sorot' publik dalam revisi UU TNI itu adalah draf Pasal 47 yang ingin menambah jumlah instansi dapat diisi prajurit TNI. RUU TNI itu memuat usulan perluasan kementerian/lembaga yang boleh diduduki prajurit aktif yang awalnya 10 kementerian/lembaga bertambah menjadi 15 kementerian/lembaga. Tambahan lima lembaga baru yang bisa ditempati TNI aktif itu meliputi kelautan dan perikanan, keamanan laut, BNPB, BNPT, dan Kejaksaan Agung. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa revisi UU TNI ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja dan koordinasi antara TNI dengan instansi terkait, namun langkah ini tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja.
Revisi UU TNI ini bukan sekadar penyesuaian peraturan terhadap realitas yang sudah berjalan, melainkan sebuah langkah yang berpotensi mengembalikan era dwifungsi TNI, di mana militer memiliki peran ganda baik di bidang pertahanan maupun pemerintahan sipil. Koalisi masyarakat sipil, Khairul Fahmi Mengungkapkan Pasal-pasal dalam RUU TNI yang telah disetor ke DPR RI masih mengandung masalah serius yang dapat menguatkan militerisme di Indonesia. Perluasan peran militer ke dalam ranah sipil ini, meskipun diklaim sebagai upaya meningkatkan efektivitas, namun dapat membuka pintu bagi langkah-langkah militer yang lebih besar dalam urusan sipil. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan sipil yang telah diperjuangkan sejak Reformasi 1998.
Proses pembahasan RUU TNI yang digelar secara tertutup dan terburu-buru di hotel Fairmont, Jakarta, seperti yang diungkapkan oleh Andrie Yunus, Wakil Koordinator dari KontraS, juga menimbulkan kecurigaan yang mendalam. Proses yang tidak transparan ini dianggap sebagai upaya untuk menghindari pengawasan publik dan kritik dari berbagai pihak, termasuk koalisi masyarakat sipil yang selama ini menentang perluasan peran militer di ranah sipil. Ketidaktransparanan ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari publik, dan hal ini tentu saja tidak bisa diterima dalam sebuah negara yang mengklaim diri sebagai negara demokratis.
Revisi UU TNI ini harus dilihat sebagai ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan sipil. Langkah ini bukan hanya tentang penyesuaian peraturan, tetapi juga tentang upaya sistematis untuk memperluas pengaruh militer dalam struktur pemerintahan. Jika tidak diwaspadai, langkah ini dapat menghilangkan makna demokrasi dan prinsip-prinsip pemerintahan sipil yang telah dibangun dengan penuh perjuangan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyerukan agar proses revisi UU TNI dilakukan dengan transparan, melibatkan partisipasi publik, dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak untuk memastikan bahwa kepentingan nasional dan hak-hak sipil tetap terjaga.
Sumber :
https://www.tempo.co/politik/rencana-ruu-tni-beri-tambahan-5-jabatan-sipil-yang-dapat-diisi-tentara-termasuk-ma-dan-kejaksaan-agung-1219320
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250316013413-32-1209286/rapat-ruu-tni-di-hotel-panja-dpr-bahas-tiga-klaster-utama
https://nasional.kompas.com/read/2025/03/15/14450331/revisi-uu-tni-tugas-tni-bertambah-atasi-narkoba-dan-pertahanan-siber?page=all
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cm2jr4r5meyo
Komentar
Posting Komentar