Hari Buruh Internasional (May Day)
Peringatan
May Day berakar dari peristiwa tragis yang terjadi pada Mei 1886 di Haymarket,
Chicago, Amerika Serikat. Pada saat itu, para buruh menggelar aksi damai
menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari. Namun, aksi tersebut
berujung pada kerusuhan setelah ledakan bom terjadi di tengah demonstrasi, yang
kemudian dibalas dengan kekerasan oleh aparat kepolisian. Insiden ini
menyebabkan tewasnya sejumlah buruh dan polisi, serta memicu gelombang
solidaritas buruh di seluruh dunia.
Sebagai
bentuk penghormatan atas perjuangan itu, pada tahun 1889, Kongres Buruh
Internasional Kedua (International Socialist Congress) di Paris menetapkan 1
Mei sebagai Hari Buruh Internasional.
Gelombang
solidaritas buruh yang bermula di dunia Barat akhirnya menjalar ke Indonesia
yang saat itu masih dijajah Belanda, ditandai dengan terbentuknya
serikat-serikat pekerja seperti Personeel Fabriek Bond (PFB) pada 1905 dan
mulai diperingatinya May Day sebagai simbol perlawanan. Setelah kemerdekaan,
gerakan buruh terus berkembang meski sering dibatasi kondisi politik, dan sejak
era reformasi 1998, unjuk rasa buruh setiap 1 Mei menjadi rutin.
Perjuangan
buruh di Indonesia telah menempuh jalan panjang, setidaknya selama 120 tahun
(1905–2025). Dalam kurun waktu itu, buruh Indonesia menghadapi berbagai fase,
mulai dari penindasan kolonial, pembungkaman gerakan selama rezim Orde Baru,
hingga menguatnya kembali suara pekerja di era reformasi. Gerakan buruh tidak
hanya mencerminkan perjuangan ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari narasi
besar demokratisasi dan hak asasi manusia.
Bahkan dalam catatan sejarah Indonesia ada beberapa pristiwa penting perjuangan para buruh.
Tahun |
Peristiwa Penting |
Kronologi
Singkat |
1905 |
Pembentukan
PFB |
Tuntutan
utamanya perihal jam kerja yang manusiawi dan kondisi kerja layak, sebagai
bentuk perlawanan terhadap sistem kerja eksploitatif kolonial. |
1920 |
Peringatan
Hari Buruh pertama kali |
Aksi-aksi
ini fokus pada kenaikan upah, penghapusan kerja paksa, dan hak berserikat
yang meresahkan. |
1965-1998 |
Represi
rezim Orde Baru |
Tuntutan
buruh nyaris tak terdengar karena gerakan mereka dibatasi. Namun, protes
tetap hidup di bawah permukaan, menuntut kebebasan berserikat dan perbaikan
kesejahteraan. |
1998 |
Reformasi |
Munculnya
serikat buruh independen seperti FSPMI, KSPI, dan KSBSI. Tuntutan pada masa
ini meliputi pencabutan sistem kerja kontrak, kebebasan berserikat, dan upah
minimum regional. |
2012
- 2013 |
Aksi
Nasional |
Tuntutan
utama adalah penghapusan sistem outsourcing, kenaikan UMR, dan pengakuan 1
Mei sebagai hari libur nasional. Hasil nyata dari gerakan ini adalah
diterbitkannya Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2013 yang menetapkan 1 Mei
sebagai hari libur resmi nasional. |
2020 |
Penolakan
Omnibus Law |
Aksi
ini diikuti oleh berbagai aliansi buruh, mahasiswa, hingga petani.
Tuntutannya mencakup pembatalan Omnibus Law, perlindungan jaminan sosial, dan
hak atas pekerjaan yang aman dan tetap. |
2024 |
Aksi
menuntut revisi UU Ketenagakerjaan |
Menyoroti
kesenjangan digital, minimnya perlindungan pekerja gig economy, serta ancaman
penghapusan hak-hak jaminan sosial akibat fleksibilisasi tenaga kerja. Mereka
menuntut revisi undang-undang ketenagakerjaan, perlindungan untuk pekerja
informal, dan jaminan atas keseimbangan kerja dan hidup (work-life balance). |
Foto: Demo UU Ciptaker di depan gedung DPR (Ari Saputra/detik)
Maka
setelah ditinjau secara historis, perjuangan kaum buruh pada masa lalu berfokus
pada tuntutan-tuntutan mendasar, seperti hak untuk berserikat, pengaturan jam
kerja yang manusiawi, serta penghapusan kerja paksa. Seiring perkembangan
zaman, isu-isu ketenagakerjaan menjadi semakin kompleks. Buruh kini dihadapkan
pada tantangan seperti sistem kerja alih daya (outsourcing), maraknya pekerjaan
informal, tekanan ekonomi global, serta fenomena baru seperti otomatisasi
industri dan ekonomi berbasis platform (gig economy). Meskipun demikian, esensi
perjuangan tersebut tetap tidak berubah, yakni memperjuangkan martabat dan
hak-hak dasar kaum pekerja.
Di tahun 2025 ini, kaum buruh tidak boleh diam, suara mereka harus terus menggema melawan ketidakadilan yang kian nyata di tengah kebijakan-kebijakan yang semakin menyingkirkan hak-hak dasar pekerja. Di saat nasib buruh makin terombang-ambing oleh sistem kerja fleksibel, upah tak menentu, dan perlindungan sosial yang terus dikikis, perjuangan harus kembali digelorakan. Ingat, tanpa mereka, gedung-gedung tak akan berdiri, jalanan tak terbentang, mesin pabrik tak bergerak, dan roda ekonomi tak berputar. May Day bukan sekadar simbol, tapi panggilan untuk bersatu, melawan penindasan struktural, dan merebut kembali martabat kerja yang manusiawi di negeri yang terus abai pada peluh mereka yang menjadi tulang punggung bangsa.
Daftar
Pustaka:
1.
Khaeron, R. A. (2025, 29 April). Sejarah Hari Buruh di Indonesia dari Kolokial
Belanda Sampai Reformasi. Di Akses 30 April 2025 https://www.metrotvnews.com/read/NQACYqm2-sejarah-hari-buruh-di-indonesia-dari-kolonial-belanda-sampai-reformasi
3.
Britanica. (2025, April 27) Haymarket Affair - United States history [1886]. Di
Akses 30 April 2025 https://www.britannica.com/event/Haymarket-Affair
Komentar
Posting Komentar