Hari Pendidikan Nasional

Hari Pendidikan Nasional diperingati untuk mengenang jasa Ki Hajar Dewantara, tokoh penting yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Beliau memperjuangkan pendidikan yang bebas, adil dan berakar pada budaya nasional. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah pendirian Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta.

Pada saat itu, akses pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Hanya kaum bangsawan dan keturunan Belanda yang dapat menikmati pendidikan formal, sedangkan masyarakat pribumi tidak memiliki kesempatan yang sama. Kondisi ini mendorong Ki Hajar Dewantara untuk menciptakan sistem pendidikan yang terbuka untuk semua kalangan. Beliau percaya bahwa pendidikan adalah sarana penting untuk membebaskan bangsa dari penjajahan dan keterbelakangan.

Taman Siswa lahir dari semangat perubahan terhadap sistem pendidikan kolonial yang otoriter dan diskriminatif. Ki Hajar memperkenalkan pendidikan pamong, sebuah pendekatan yang membimbing dan menghargai anak sebagai subjek belajar, bukan hanya sebagai objek yang diperintah atau dihukum. Tujuan utamanya adalah membentuk manusia Indonesia yang bebas berpikir dan bertindak.

Sebelum mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar bersama 2 tokoh pergerakan lainnya, Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, diasingkan oleh pemerintah Belanda karena menentang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Meskipun diasingkan, mereka tetap aktif dalam menyuarakan ide-ide pendidikan. Bahkan, Ki Hajar Dewantara dianugerahi Europeesche Akte atas kemampuannya mengajar di Eropa.

Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1918, Ki Hajar berpartisipasi dalam kelompok diskusi pemuda ‘Selasa Kliwonan’ yang dipimpin oleh Pangeran Suryomentaram. Dari forum inilah ia mulai merancang pendidikan alternatif yang bertujuan untuk membebaskan rakyat dari belenggu sistem pendidikan kolonial.

Taman Siswa berkembang dengan pesat. Dalam kurun waktu 1922-1930, lembaga ini menyediakan seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Taman Indria (taman kanak-kanak), Taman Muda (sekolah dasar), Taman Dewasa (sekolah menengah pertama), Taman Madya (sekolah menengah atas), hingga Taman Guru (pendidikan tinggi). Tidak hanya itu, Taman Siswa juga telah berhasil membuka lebih dari 30 cabang di berbagai daerah di Nusantara.

Perkembangan Taman Siswa yang begitu pesat membuat pemerintah kolonial Belanda khawatir, terutama karena lembaga ini mengajarkan semangat nasionalisme kepada para siswanya. Akibatnya, pada tahun 1932, Belanda mengeluarkan Wilde Scholen Ordonantie, yang mengharuskan semua sekolah non-pemerintah untuk mendapatkan izin dari pemerintah kolonial. Tujuannya jelas: untuk membatasi atau bahkan membubarkan sekolah-sekolah seperti Taman Siswa yang tidak sesuai dengan aturan kolonial.

Namun, undang-undang tersebut menimbulkan perlawanan dari masyarakat adat yang mendukung Taman Siswa. Mereka melihat undang-undang tersebut sebagai bentuk penindasan terhadap hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan. Besarnya dukungan terhadap Taman Siswa membuat pemerintah kolonial menekan pemerintah Hindia Belanda, yang akhirnya mencabut UndangUndang Sekolah Liar pada tahun yang sama, 1932.

Sejak saat itu, Taman Siswa terus berkembang dan berperan penting dalam pembentukan sistem pendidikan nasional yang mandiri, demokratis, dan berkepribadian Indonesia. Gagasan Ki Hajar Dewantara tetap relevan hingga saat ini, terutama dalam upaya mewujudkan pendidikan yang adil dan bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Referensi 

https://tamansiswapusat.com/sejarah.html

https://disdikbud.acehtengahkab.go.id/berita/kategori/pendidikan/tamansiswa-organisasi-pendidikanbentukan-ki-hajar-dewantara

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Danantara antara Penyelamat atau Petaka

RUU TNI Sebagai Masa Depan Baru atau Bayang-bayang Lama?

Harganas 2025: Dari Keluarga untuk Indonesia Maju